Rabu, 20 April 2011

STANDAR AKUNTANSI ISLAM: MUNGKINKAH?

Nothing is impossible-Tidak ada yang tidak mungkin. Apabila kita telusur kembali ke Al-Qur’an, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah SWT menghendaki perlunya pertanggung jawaban yang benar dalam kegiatan bisnis. Surat Al-Baqarah ayat 282-283 adalah ayat utama yang berkaitan dengan proses catat mencatat (akuntansi) dalam kegiatan bisnis. Pada intinya ayat tersebut mengajarkan kepada manusia agar kegiatan bisnis dilakukan sesuai dengan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Senada dengan apa yang terdapat dalam ayat tersebut, Scott seperti yang dikutip oleh Salmonson (1969) menyarankan bahwa keadilan, kebenaran dan kejujuran adalah konsep yang tepat dalam menentukan standar akuntansi. Lebih lanjut Scott mengatakan bahwa standar akuntansi adalah pernyataan umum yang mengkaitkan aturan (pedoman) dan prosedur akuntansi dengan konsep sosial. Dalam hal ini,  Scott mengajukan tiga prinsip utama sebagi berikut.
  1. Keadilan: prosedur akuntansi dimaksudkan untuk menghasilkan perlakuan yang sama terhadap semua kepentingan, dalam situasi keuangan yang direfleksikan oleh berbagai rekening
  2. Kebenaran: laporan akuntansi harus menyajikan informasi yang akurat dan benar
  3. Kejujuran: prosedur akuntansi harus adil, tidak bias dan tidak bersifat sebagian
Lebih lanjut, Scott berpendapat bahwa prosedur akuntansi akan berubah karena perubahan kondisi lingkungan, tetapi bukan berubah secara arbitrer hanya karena dimaksudkan untuk memenuhi tujuan yang menguntungkan pihak tertentu saja.
Jadi pada dasarnya, kondisi lingkunganlah yang sebenarnya menentukan jenis dan isi standar akuntansi. Hopwood, et al. (1994, p. 228) berpendapat bahwa akuntansi tidak dapat dipisahkan dan dianalisis sebagai praktik yang terpisah dari budaya, kebiasaan, norma dan aturan lainnya. Dalam suatu lingkungan tertentu, individu-individu dalam suatu komunitas akan membentuk suatu budaya. Teori akuntansi adalah bagian dari kepribadian dan oleh karenanya merupakan bagian dari budaya (Gambling dan Karim 1986). Hal ini disebabkan akuntansi adalah realitas yang terbentuk secara sosial melalui interaksi individu dengan lingkungannya (Hines 1988; Miller 1994; Morgan 1988; Munro 1998; Neimark and Tinker 1986). Jika individu-individu tersebut adalah muslim, kepribadian mereka seharusnya kepribadian Islam dan budaya mereka seharusnya budaya Islam. Dengan demikian, teori akuntansi yang dirumuskan seharusnya teori-teori yang mampu menghasilkan standar akuntansi yang sesuai dengan ajaran Islam.
Hayashi (1994) juga berpendapat bahwa standar akuntansi ala Islam sebenarnya dapat dikembangkan, karena akuntansi model Islam lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan dalam kerangka Islam, sebenarnya dapat memberikan informasi penting yang diperlukan masyarakat terutama yang berkaitan dengan perhitungan zakat. Dengan demikian, standar akuntansi yang bercirikan Islam adalah memungkinan untuk dikembangkan.
Kebutuhan akan standar akuntansi yang bercirikan Islam merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ekonomi Islam. Munculnya kembali pemikiran-peikiran tentang ekonomi Islam dan makin meningkatnya persatuan sesama muslim dalam kegiatan politik dan ekonomi dapat dikatakan sebagai kekuatan utama perkembangan ekonomi di negara-negara Islam termasuk berkembangnya bank-bank Islam (Abdel-Magid 1981). Perkembangan tersebut pada intinya dapat mengarah pada penciptaan lingkungan ekonomi dan pasar yang seragam sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya, lingkungan pelaporan keuangan perusahaan di negara-negara Islam akan ditandai dengan kekuatan politk, ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda dengan negara-negara barat. Oleh karena kekuatan tersebut dapat mempengaruhi tujuan dan format pelaporan keuangan, kebutuhan untuk memiliki standar akuntan yang bernafaskan Islam merupakan suatu keharusan. Langkah yang dapat dilakukan dalam menyusun standar akuntansi Islam, dapat dijelaskan di bawah ini.
Langkah utama yang perlu dilakukan, tentunya upaya untuk membentuk dan mempraktikkan sistem ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan sistem tersebut akan mempengaruhi tujuan pelaporan keuangan dan tujuan ini akan berpengaruh terhadap isi dari standar akuntansi yang akan dihasilkan.
Yang kedua, harus dinyatakan dengan tegas tujuan dari pelaporan keuangan. Tentunya, tujuan tersebut berbeda sekali dengan tujuan pelaporan keuangan model Anglo-Saxon yang lebih mengutamakan kepentingan investor. Atas dasar sistem ekonomi Islam, laporan keuangan yang dihasilkan harus mampu menyakinkan pemakai laporan bahwa perusahaan telah melaksankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (Karim 1990). Laporan keuangan harus mampu menyajikan informasi yang dapat mendorong pelaku ekonomi untuk berbuat adil, jujur dan benar, serta mampu menyajikan informasi lain seperti informasi untuk dasar perhitungan zakat. Tujuan yang lain mungkin dapat diadopsi dari tujuan yang diterapkan di negara barat selama tujuan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Langkah ketiga adalah menentukan kualitas informasi yang dihasilkan. Jelas bahwa kualitas informasi yang dihasilkan haruslah relevan, dapat diuji kebnarnnya, tepat waktu dan karakteritik kualitatif lain yang diterapkan di negara barat yang konsisten dengan tiga hal pokok yang diajukan Scott (dalam Salmonson 1969) yaitu: kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Atas dasar ketiga langkah di atas, akhirnya standar akuntansi dapat dikembangkan. Hal ini dilakukan dengan memformulasikn kembali definisi masing masing elemen laporan keuangan. Kemudian, metode pengukuran dan penilaian elemen laporan keuangan harus disesuaikan dengan model penilaian yang sesuai dengan ajaran Islam, misalnya CoCoA seperti yang disarankan oleh Chambers (1966).
Yang keempat adalah menentukan kriteria yang digunakan mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan sesuai dengan syariat Islam. Yang terakhir adalah memformulasikan metode yang tepat untuk mengungkapkan semua informasi yang berkaitan dengan kegiatan bisnis perusahaan. Mengingat pengungkapan informasi merupakan faktor penting dalam menciptakan laporan keuangan yang berkualitas, aspek pengungkapan ini harus berpegang pada ketiga prinsip dasar yaitu, kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Upaya di atas tentu saja bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Dalam mengembangkan standar akuntansi, proses yang terjadi dalam setiap tahap terebut mungkin menimbulkan pro dan kontra, karena masing-masing individu memiliki interpretasi yang berbeda terhadap aturan-aturan keagamaan (Karim 1995). Namun demikian harus diyakini bahwa model tersebut dapat dikembangkan walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Kunci utamanya adalah bahwa perbedaan yang timbul haruslah diselesaikan dengan menggunakan referensi yang berbasis ajaran Islam bukannya menggunakan pendekatan teori akuntansi yang selama ini terus dimuati konsep akuntansi kapitalis. Waktu yang lama sebenarnya bukan kendala utama untuk mengembangkan standar akuntansi Islam. Kemauan dan niat utama untuk menyatukan pendapat dari berbagai pihak untuk mengembangkan standar akuntansi yang bercirikan Islam, merupakan kunci utama berhasil tidaknya pengembangan standar akuntansi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

sumber: 
http://casafamaksiundip.wordpress.com/2009/01/29/harmonisasi-standar-akuntansi-internasional-analisis-kritis-dari-perspektif-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar