Sabtu, 23 April 2011

Menyimpanglah dari PSAK

Judul di atas bukan suatu bentuk provokasi, agitasi, atau sejenisnya. Bukan pula anjuran atau ajakan untuk menyimpang dari PSAK. Namun, akan ada peluang yang resmi untuk menyimpang dari PSAK. Dan hal tersebut diatur dalam PSAK, bukan di tempat lain. Kita tidak perlu kesulitan mencari justifikasi untuk menyimpang dari PSAK, justru justifikasinya sendiri ada dalam PSAK.
Dalam ED PSAK No.1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan yang beberapa waktu yang lalu dikeluarkan DSAK IAI di paragraf 17 sd 22 mengatur tentang adanya penyimpangan dari PSAK. Penyimpangan dari PSAK dapat dilakukan ketika kepatuhan atas PSAK justru akan memberikan pemahaman yang salah dan bertentangan dengan tujuan laporan keuangan sebagaimana diatur dalam kerangka dasar (KDPPLK).
Namun, kemungkinan penyimpangan ini akan sangat jarang terjadi mengingat seharusnya tidak ada pertentangan antara kepatuhan terhadap PSAK dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK. Sebagaimana diatur dalam KDPPLK, salah satu tujuan KDPPLK adalah sebagai acuan bagi penyusun standar akuntansi keuangan (accounting standards setter) dalam melaksanakan tugasnya. Ketika suatu PSAK dikembangkan dari KDPPLK, maka seharusnya tidak akan ada pertentangan antara PSAK dengan sumber acuannya.
Manajemen adalah pihak yang diberi tugas untuk menyimpulkan telah terjadi pertentangan antara suatu PSAK dengan tujuan laporan keuangan. Ketika manajemen telah menyimpulkan hal tersebut, tidak serta merta manajemen atau penyusun laporan keuangan secara otomatis dapat menyimpang dari PSAK dalam penyusunan laporan keuangannya. Penyimpangan tersebut dapat dilakukan jika kerangka regulasi yang berlaku mengijinkan penyimpangan tersebut atau minimal tidak melarangnya. Jika kerangka regulasi yang berlaku melarangnya, maka perusahaan tidak boleh menyimpang dari PSAK dan diharuskan untuk mengungkapnya dalam catatan atas laporan keuangan.
Selain harus memperhatikan kerangka regulasi yang berlaku, penyimpangan dari PSAK hanya dapat dilakukan jika penyimpangan yang sama juga dilakukan oleh seluruh perusahaan dalam industri yang sama. Dengan kata lain, penyimpangan dari PSAK tidak dapat dilakukan jika ada satu perusahaan lain dalam industri yang sama mematuhi suatu PSAK yang dianggap bertentangan dengan tujuan laporan keuangan.
Untuk memahami perlunya penyimpangan dari PSAK diatur dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dapat dilihat dari beberapa faktor berikut:
· Pengertian konvergensi IFRSPengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS adalah full adoptionmenyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRSs sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements paragraf 19-24. Pengertian konvergensi IFRS sebagai adopsi penuh sejalan dengan pengertian yang diinginkan oleh IASB. Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun.
Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Misalnya, ketika IAS 17 diadopsi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa mengatur leasing tanah berbeda dengan IAS 17. Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS.
· Kerangka regulasiAdanya penyimpangan dari PSAK akan memberikan peluang kepada kerangka regulasi nasional untuk mengatur berbeda atau bertentangan dengan PSAK, dimana penyimpangan dari PSAK dapat dilakukan jika kerangka regulasi yang berlaku mengharuskan penyimpangan tersebut atau tidak melarangnya. Penyimpangan dari suatu PSAK juga merupakan justifikasi bahwa PSAK tidak sempurna. Hal ini memberikan peluang atau tidak membelenggu penyusun laporan keuangan (dengan menyimpang dari PSAK) untuk mencapai tujuan penyusunan laporan keuangan yang seharusnya sebagaimana diatur dalam KDPPLK.
Namun, regulasi yang berlaku di Indonesia mengharuskan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan, terutama PSAK yang merupakan komponen utama dari standar akuntansi keuangan. Jika dalam PSAK diijinkan untuk menyimpang dari PSAK, maka hal ini akan membingungkan perusahaan yang diharuskan menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Kondisi ini akan kontradiksi atau bahkan kontraproduktif dengan penegakan regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan. Dilihat dari sudut pandang penyusunan suatu aturan, PSAK merupakan suatu aturan dan mungkinkah suatu aturan mengatur untuk menyimpang dari aturan tersebut. Dengan logika tersebut maka tidak mungkin suatu aturan mengatur hal yang bertentangan dengan aturan tersebut atau aturan lain yang masih merupakan satu kesatuan pengaturan.
Penyimpangan dari PSAK dikhawatirkan akan timbul moral hazard terkait dengan interpretasi atas kalimat “… kepatuhan terhadap ketentuan PSAK akan memberikan pemahaman yang salah yang bertentangan dengan tujuan laporan keuangan yang disusun dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan …” (lihat ED PSAK 1 paragraf 17). Dikhawatirkan penyusun laporan keuangan atau manajemen sering menyimpulkan telah terjadi pertentangan antara tujuan laporan keuangan dengan suatu PSAK, bukan suatu keadaan yang sangat jarang terjadi sebagaimana dimaksudkan dalam ED PSAK 1 (Revisi 2009).
· KDPPLK versus PSAKTujuan penyimpangan dari PSAK untuk meningkatkan relevansi informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan dan hal ini sejalan dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK. Hal ini menyiratkan bahwa tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK lebih unggul atau superior dibandingkan pengaturan yang ada dalam PSAK. Sehingga ketika ada pertentangan antar keduanya, maka tujuan laporan keuangan dalam KDDPLK harus mengalahkan PSAK. Namun, dalam KDDPLK disebutkan bahwa jika terjadi pertentangan antara kerangka dasar dengan PSAK, maka PSAK yang harus diunggulkan. Dengan analogi yang sama, kenapa ketika manajemen berkesimpulan bahwa terjadi pertentangan antara PSAK dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK yang diunggulkan adalah KDPPLK, bukannya sebaliknya.
· Persyaratan yang ketatPersyaratan untuk menyimpang dari PSAK adalah ketat. Tidak mudah bagi suatu perusahaan untuk dapat menyimpang dari suatu ketentuan dalam PSAK. Penyimpangan tersebut dapat dilakukan jika kerangka regulasi mensyaratkan atau minimal tidak melarang penyimpangan tersebut, dan hal tersebut dilakukan oleh seluruh perusahaan dalam industri yang sama tanpa terkecuali. Kedua syarat tersebut tidak mudah untuk dipenuhi.
Dalam kondisi industri yang bersifat monopoli atau oligopoli hal ini akan mudah dilakukan. Bahkan, dalam industri dengan tingkat kompetisi tinggi umumnya akan mudah mencapai konsesus antar perusahaan ketika mereka menghadapi “musuh bersama”. Tentunya kita tidak menginginkan PSAK head to head dengan penyusun laporan keuangan dan regulator.
· Kontekstualitas penerapanPenyimpangan dari IFRS yang diatur dalam IFRS relevan dengan konteks IFRS yang berlaku dan diterapkan secara internasional, dan memberikan ruang yang memungkinkan setiap negara yang mengadopsi IFRS secara penuh untuk menyimpang dari IFRS dalam rangka untuk mengakomodasi national regulatory framework. PSAK mempunyai konteks yang berbeda dengan IFRS, dimana PSAK hanya berlaku di Indonesia. Ketika suatu IFRS diadopsi ke suatu PSAK maka IFRS tersebut sudah mengalami proses “pembenturan” dengan kerangka regulasi nasional sehingga hal ini menjamin tidak ada lagi pengaturan dalam PSAK yang bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Leasing tanah dan dual board system di atas merupakan contoh hasil pembenturan dimaksud.
· Kebijakan negara lainSebagai perbandingan, Singapura dan Filipina telah mengadopsi adanya penyimpangan dari standar akuntansi keuangan yang berlaku di negara tersebut. Malaysia juga telah mengadopsi tentang penyimpangan tersebut, tetapi akan menerbitkan suatu panduan atau interpretasi untuk menjamin bahwa penyimpangan tersebut hanya dapat terjadi di keadaan yang jarang terjadi, bukan sesuatu yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Sementara Australia tidak mengadopsinya.
Apakah Anda lebih setuju penyimpangan dari IFRS atau penyimpangan dari PSAK?

Sumber : http://hepiprayudi.wordpress.com/2010/10/24/silahkan-menyimpang-dari-psak/

Kamis, 21 April 2011

AKUNTANSI DI NEGARA ANGLO SAXON (EROPA)

Sejarah Perkembangan Akuntansi
Perkembangan Akuntansi dari Sistem Pembukuan Berpasangan Pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka- angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran penbukuan berpasangan yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat beberapa bagian yang berisi palajaran pembukuan untuk para pengusaha. Bagian yang berisi pelajaran pembukuan itu berjudul Tractatus de Computis et Scriptorio. Buku tersebut kemudian tersebar di Eropa Barat dan selanjutnya dikembangkan oleh para pengarang berikutnya. Sistem pembukuan berpasangan tersebut selanjutnya berkembang dengan sistem yang menyebut asal negaranya, misalnya sistem Belanda, sistem Inggris, dan sistem Amerika Serikat. Sistem Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem Inggris dan Amerika Serikat disebut Sistem Anglo- Saxon2. Perkembangan Akuntansi dari Sistem Kontinental ke Anglo- Saxon Pada abad pertengahan, pusat perdagangan pindah dari Venesia ke Eropa Barat. Eropa Barat, terutama Inggris menjadi pusat perdagangan pada masa revolusi industri. Pada waktu itu pula akuntansi mulai berkembang dengan pesat. Pada akhir abad ke-19, sistem pembukuan berpasangan berkembang di Amerika Serikat yang disebut accounting (akuntansi). Sejalan dengan perkembangan teknologi di negara itu, sekitar pertengahan abad ke-20 telah dipergunakan komputer untuk pengolahan data akuntansi sehingga praktik pembukuan berpasangan dapat diselesaikan dengan lebih baik dan efisien. Pada Zaman penjajahan Belanda, perusahaan- perusahaan di Indonesia menggunakan tata buku. Akuntansi tidak sama dengan tata buku walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan.
Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo- Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo- Saxon).
sumber:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/auntansi-di-negara-anglo-saxon-eropa/

Rabu, 20 April 2011

STANDAR AKUNTANSI ISLAM: MUNGKINKAH?

Nothing is impossible-Tidak ada yang tidak mungkin. Apabila kita telusur kembali ke Al-Qur’an, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah SWT menghendaki perlunya pertanggung jawaban yang benar dalam kegiatan bisnis. Surat Al-Baqarah ayat 282-283 adalah ayat utama yang berkaitan dengan proses catat mencatat (akuntansi) dalam kegiatan bisnis. Pada intinya ayat tersebut mengajarkan kepada manusia agar kegiatan bisnis dilakukan sesuai dengan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Senada dengan apa yang terdapat dalam ayat tersebut, Scott seperti yang dikutip oleh Salmonson (1969) menyarankan bahwa keadilan, kebenaran dan kejujuran adalah konsep yang tepat dalam menentukan standar akuntansi. Lebih lanjut Scott mengatakan bahwa standar akuntansi adalah pernyataan umum yang mengkaitkan aturan (pedoman) dan prosedur akuntansi dengan konsep sosial. Dalam hal ini,  Scott mengajukan tiga prinsip utama sebagi berikut.
  1. Keadilan: prosedur akuntansi dimaksudkan untuk menghasilkan perlakuan yang sama terhadap semua kepentingan, dalam situasi keuangan yang direfleksikan oleh berbagai rekening
  2. Kebenaran: laporan akuntansi harus menyajikan informasi yang akurat dan benar
  3. Kejujuran: prosedur akuntansi harus adil, tidak bias dan tidak bersifat sebagian
Lebih lanjut, Scott berpendapat bahwa prosedur akuntansi akan berubah karena perubahan kondisi lingkungan, tetapi bukan berubah secara arbitrer hanya karena dimaksudkan untuk memenuhi tujuan yang menguntungkan pihak tertentu saja.
Jadi pada dasarnya, kondisi lingkunganlah yang sebenarnya menentukan jenis dan isi standar akuntansi. Hopwood, et al. (1994, p. 228) berpendapat bahwa akuntansi tidak dapat dipisahkan dan dianalisis sebagai praktik yang terpisah dari budaya, kebiasaan, norma dan aturan lainnya. Dalam suatu lingkungan tertentu, individu-individu dalam suatu komunitas akan membentuk suatu budaya. Teori akuntansi adalah bagian dari kepribadian dan oleh karenanya merupakan bagian dari budaya (Gambling dan Karim 1986). Hal ini disebabkan akuntansi adalah realitas yang terbentuk secara sosial melalui interaksi individu dengan lingkungannya (Hines 1988; Miller 1994; Morgan 1988; Munro 1998; Neimark and Tinker 1986). Jika individu-individu tersebut adalah muslim, kepribadian mereka seharusnya kepribadian Islam dan budaya mereka seharusnya budaya Islam. Dengan demikian, teori akuntansi yang dirumuskan seharusnya teori-teori yang mampu menghasilkan standar akuntansi yang sesuai dengan ajaran Islam.
Hayashi (1994) juga berpendapat bahwa standar akuntansi ala Islam sebenarnya dapat dikembangkan, karena akuntansi model Islam lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan dalam kerangka Islam, sebenarnya dapat memberikan informasi penting yang diperlukan masyarakat terutama yang berkaitan dengan perhitungan zakat. Dengan demikian, standar akuntansi yang bercirikan Islam adalah memungkinan untuk dikembangkan.
Kebutuhan akan standar akuntansi yang bercirikan Islam merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ekonomi Islam. Munculnya kembali pemikiran-peikiran tentang ekonomi Islam dan makin meningkatnya persatuan sesama muslim dalam kegiatan politik dan ekonomi dapat dikatakan sebagai kekuatan utama perkembangan ekonomi di negara-negara Islam termasuk berkembangnya bank-bank Islam (Abdel-Magid 1981). Perkembangan tersebut pada intinya dapat mengarah pada penciptaan lingkungan ekonomi dan pasar yang seragam sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya, lingkungan pelaporan keuangan perusahaan di negara-negara Islam akan ditandai dengan kekuatan politk, ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda dengan negara-negara barat. Oleh karena kekuatan tersebut dapat mempengaruhi tujuan dan format pelaporan keuangan, kebutuhan untuk memiliki standar akuntan yang bernafaskan Islam merupakan suatu keharusan. Langkah yang dapat dilakukan dalam menyusun standar akuntansi Islam, dapat dijelaskan di bawah ini.
Langkah utama yang perlu dilakukan, tentunya upaya untuk membentuk dan mempraktikkan sistem ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan sistem tersebut akan mempengaruhi tujuan pelaporan keuangan dan tujuan ini akan berpengaruh terhadap isi dari standar akuntansi yang akan dihasilkan.
Yang kedua, harus dinyatakan dengan tegas tujuan dari pelaporan keuangan. Tentunya, tujuan tersebut berbeda sekali dengan tujuan pelaporan keuangan model Anglo-Saxon yang lebih mengutamakan kepentingan investor. Atas dasar sistem ekonomi Islam, laporan keuangan yang dihasilkan harus mampu menyakinkan pemakai laporan bahwa perusahaan telah melaksankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (Karim 1990). Laporan keuangan harus mampu menyajikan informasi yang dapat mendorong pelaku ekonomi untuk berbuat adil, jujur dan benar, serta mampu menyajikan informasi lain seperti informasi untuk dasar perhitungan zakat. Tujuan yang lain mungkin dapat diadopsi dari tujuan yang diterapkan di negara barat selama tujuan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Langkah ketiga adalah menentukan kualitas informasi yang dihasilkan. Jelas bahwa kualitas informasi yang dihasilkan haruslah relevan, dapat diuji kebnarnnya, tepat waktu dan karakteritik kualitatif lain yang diterapkan di negara barat yang konsisten dengan tiga hal pokok yang diajukan Scott (dalam Salmonson 1969) yaitu: kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Atas dasar ketiga langkah di atas, akhirnya standar akuntansi dapat dikembangkan. Hal ini dilakukan dengan memformulasikn kembali definisi masing masing elemen laporan keuangan. Kemudian, metode pengukuran dan penilaian elemen laporan keuangan harus disesuaikan dengan model penilaian yang sesuai dengan ajaran Islam, misalnya CoCoA seperti yang disarankan oleh Chambers (1966).
Yang keempat adalah menentukan kriteria yang digunakan mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan sesuai dengan syariat Islam. Yang terakhir adalah memformulasikan metode yang tepat untuk mengungkapkan semua informasi yang berkaitan dengan kegiatan bisnis perusahaan. Mengingat pengungkapan informasi merupakan faktor penting dalam menciptakan laporan keuangan yang berkualitas, aspek pengungkapan ini harus berpegang pada ketiga prinsip dasar yaitu, kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Upaya di atas tentu saja bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Dalam mengembangkan standar akuntansi, proses yang terjadi dalam setiap tahap terebut mungkin menimbulkan pro dan kontra, karena masing-masing individu memiliki interpretasi yang berbeda terhadap aturan-aturan keagamaan (Karim 1995). Namun demikian harus diyakini bahwa model tersebut dapat dikembangkan walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Kunci utamanya adalah bahwa perbedaan yang timbul haruslah diselesaikan dengan menggunakan referensi yang berbasis ajaran Islam bukannya menggunakan pendekatan teori akuntansi yang selama ini terus dimuati konsep akuntansi kapitalis. Waktu yang lama sebenarnya bukan kendala utama untuk mengembangkan standar akuntansi Islam. Kemauan dan niat utama untuk menyatukan pendapat dari berbagai pihak untuk mengembangkan standar akuntansi yang bercirikan Islam, merupakan kunci utama berhasil tidaknya pengembangan standar akuntansi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

sumber: 
http://casafamaksiundip.wordpress.com/2009/01/29/harmonisasi-standar-akuntansi-internasional-analisis-kritis-dari-perspektif-islam/

Akuntansi

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis". Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan. Akuntan bersertifikat resmi memiliki gelar tertentu yang berbeda di tiap negara. Contohnya adalah Chartered Accountant (FCA, CA or ACA), Chartered Certified Accountant (ACCA atau FCCA), Management Accountant (ACMA, FCMA atau AICWA), Certified Public Accountant (CPA), dan Certified General Accountant (CGA). Di Indonesia, akuntan publik yang bersertifikat disebut CPA Indonesia (sebelumnya: BAP atau Bersertifikat Akuntan Publik).

Akuntansi modern

Jantung akuntansi keuangan modern ada pada sistem pembukuan berpasangan. Sistem ini melibatkan pembuatan paling tidak dua masukan untuk setiap transaksi: satu debit pada suatu akun, dan satu kredit terkait pada akun lain. Jumlah keseluruhan debit harus selalu sama dengan jumlah keseluruhan kredit. Cara ini akan memudahkan pemeriksaan jika terjadi kesalahan. Cara ini diketahui pertama kali digunakan pada abad pertengahan di Eropa, walaupun ada pula yang berpendapat bahwa cara ini sudah digunakan sejak zaman Yunani kuno.
Kritik mengatakan bahwa standar praktik akuntansi tidak banyak berubah sejak dulu. Reformasi akuntansi dalam berbagai bentuk selalu terjadi pada tiap generasi untuk mempertahankan relevansi pembukuan dengan aset kapital atau kapasitas produksi. Walaupun demikian, hal ini tidak mengubah prinsip-prinsip dasar akuntansi, yang memang diharapkan tidak bergantung pada pengaruh ekonomi seperti itu.

Sejarah


Lukisan Luca Pacioli
Akuntansi sebagai suatu seni yang mendasarkan pada logika matematik - sekarang dikenal sebagai “pembukuan berpasangan” (double-entry bookkeeping) - sudah dipahami di Italia sejak tahun 1495 pada saat Luca Pacioli (1445 - 1517), yang juga dikenal sebagai Friar (Romo) Luca dal Borgo, mempublikasikan bukunya tentang “pembukuan” di Venice. Buku berbahasa Inggris pertama diketahui dipublikasikan di London oleh John Gouge atau Gough pada tahun 1543.
Sebuah buku ringkas menampilkan instruksi akuntansi juga diterbitkan di tahun 1588 oleh John Mellis dari Southwark, yang termuat perkataanya, "I am but the renuer and reviver of an ancient old copie printed here in London the 14 of August 1543: collected, published, made, and set forth by one Hugh Oldcastle, Scholemaster, who, as appeareth by his treatise, then taught Arithmetics, and this booke in Saint Ollaves parish in Marko Lane." John Mellis merujuk pada fakta bahwa prinsip akuntansi yang dia jelaskan (yang merupakan sistem sederhana dari masukan ganda/double entry) adalah "after the forme of Venice".
Pada awal abad ke 18, jasa dari akuntan yang berpusat di London telah digunakan selama suatu penyelidikan seorang direktur South Sea Company, yang tengah memperdagangkan bursa perusahaan tersebut. Selama penyelidikan ini, akuntan menguji sedikitnya dua buku perusahaan para. Laporannya diuraikan dalam buku Sawbridge and Company, oleh Charles Snell, Writing Master and Accountant in Foster Lane, London. Amerika Serikat berhutang konsep tujuan Akuntan Publik terdaftar pada Inggris yang telah memiiki Chartered Accountant di abad ke 19.
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi#Sejarah